Kusmawan, David Suara Dokter Hewan Indonesia. In: Suara Dokter Hewan Indonesia. CV Pustaka Media Guru, Surabaya. ISBN 978-623-308-477-2
Text
David Kusmawan-2.pdf Download (3MB) |
Abstract
Menurut OIE (Office International des Epizooties) atau organisasi dunia yang bergerak di bidang kesehatan hewan, ada 33 bidang kerja dokter hewan di 110 negara. Secara khusus OIE juga memberikan panduan dan rekomendasi terkait kompetensi yang dimiliki seorang dokter hewan di bidang K3. Dokter hewan harus memahami konsep dan praktik terkait biosafety dan biosecurity. Biosafety diartikan sebagai prinsip dan praktik untuk pencegahan paparan yang tidak diinginkan dari materi biologic atau proses pelepasan material biologic. Biosecurity adalah seperangkat manajemen dan tindakan fisik yang dirancang untuk mengurangi risiko masuknya, berkembangnya dan penyebaran penyakit hewan, infeksi atau infestasi ke, dari dan di dalam populasi hewan. Dalam pengaturan laboratorium, biosekuriti terkait dengan kontrol pada bahan biologis di dalam laboratorium, untuk mencegah kehilangan, pencurian, penyalahgunaan, akses yang tidak sah, atau pelepasan tanpa izin yang disengaja. Kesehatan dan keselamatan kerja berarti semua aspek kesehatan dan keselamatan di tempat kerja, dengan fokus utama pada pencegahan terhadap berbagai macam bahaya untuk lingkup kegiatan, biosafety, biosecurity dan kesehatan dan keselamatan kerja, dokter hewan diharapkan memiliki kompetensi sebagai berikut: Kompetensi pertama: Dokter hewan mengetahui prinsip-prinsip biosafety dan biosecurity dan dapat memberikan nasihat tentang pencegahan paparan manusia atau hewan dan penyebaran dari pelepasan agen dan bahan biologis yang tidak disengaja atau disengaja di laboratorium, peternakan, pabrik pengolahan, pasar dan pengaturan lain di mana risiko tersebut dapat terjadi. VPP menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip ini dan sesuai dengan hukum, peraturan, dan kebijakan yang relevan. Kompetensi kedua: Dokter hewan mengetahui prinsip dan praktik yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja dan mampu melaksanakan aktivitas tempat kerja yang diperlukan tanpa membahayakan kesehatan dan keselamatan diri mereka sendiri atau orang lain yang hadir. Kompetensi ketiga : Dokter hewan mengetahui terminologi dan prinsip analisis risiko, yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko, serta mampu mengamati dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam kaitannya dengan meminimalkan risiko penyebaran penyakit hewan dan zoonosis serta melindungi keamanan pangan. Dokter hewan berisiko dan rawan dengan berbagai macam risiko, seperti kelelahan (fatigue) pada dokter hewan yang bekerja di klinik atau RSH dengan penerapan shift kerja dan jadwal yang cukup panjang. Selain itu banyak tempat kerja yang bisa memberikan paparan bahaya bagi dokter hewan misalnya di kebun binatang, di lapangan ataupun di perkantoran, namun apakah saat ini ada regulasi yang mengatur adanya program K3 di tempat kerja tersebut? Satu-satunya dasar aturan penerapan keilmuan K3 di bidang veteriner di Indonesia tertuang pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjan RI Nomor 394 Tahun 2014 Tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis Golongan Pokok Jasa Kesehatan Hewan Bidang Penyelenggaraan Kesehatan Hewan. Salah satu fungsi dasar dalam kerangka SKNNI tersebut untuk mencapai tujuan utama yakni meningkatkan status kesehatan hewan, manusia, dan lingkungan diperlukannya penerapan keilmuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Klaster-klaster yang membutuhkan kompetensi K3 seorang dokter hewan antara lain dalam klaster pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pengamanan penyakit hewan, pemberantasan dan pengobatan penyakit hewan, pelayanan praktik medik veteriner, pelayanan medik reproduksi, pelayanan medik konservasi, pelayanan medik akuatik, pelayanan forensik veteriner, pelayanan laboratorium diagnostik, pelayanan karantina, pelayanan veteriner puskeswan, penjaminan keamanan obat hewan, penjaminan keamanan pakan hewan, penjaminan penerapan pelaksanaan kesejahteraan hewan, manajemen penyelenggaraan kesehatan hewan, dan pengembangan riset veteriner. Lalu pernahkah para kolega mendengar istilah K3? Apakah itu keilmuan K3? Apakah perlu mengaplikasikan keilmuan K3 bagi seorang dokter hewan yang bekerja di pemerintahan, klinik, peternakan, industri pembuatan vaksin dan bidang lainnya? Bagaimana aplikasi praktis di bidang veteriner? Bagaimana jika tidak ada program K3 di tempat kerja (workplace)? Apakah aplikasi K3 di bidang veteriner sama dengan di bidang industri industri formal seperti K3 di sektor konstruksi, transportasi, pertambangan, oil and gas, aviasi (penerbangan), pelayaran (marine)?, atau di bidang pelayanan umum (bidang Rumah Sakit (K3RS), logistik, jasa pengiriman barang), serta bidang informal (small medium enterprises). Misalnya saja seorang dokter hewan yang bekerja di bidang profesional biosafety officer yang berkecimpung dengan biohazard. Pada prinsipnya seorang dokter hewan tersebut mempunyai pemahaman yang komprehensif terkait biohazard mulai dari berbagai jenis hazard biologis, mekanisme penularan, tingkat infektivitas namun pemahaman mengenai tingkat risiko (risk) terhadap hazard tersebut terhadap kesehatan dan keselamatan di tempat kerja masih perlu mendapatkan perhatian yang lebih intensif. Oleh karena satu fokus Occupational Health and Safety adalah melakukan kajian analisis risiko terhadap risiko tersebut. Bagaimana mengelola risiko tersebut sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja. Analisis dan manajemen risiko perlu dilakukan di tempat kerja seorang dokter hewan yang banyak berinteraksi dengan bahaya tersebut. Meskipun di dalam suatu tempat kerja hazard yang ada tidaklah tunggal. Namun skala prioritas memang perlu kita lakukan. Selain biohazard itu sendiri terdapat hazard lain seperti hazard kimia, psikososial, fisika, dan mekanik. Sedangkan ergonomi bisa jga jadi juga menjadi hazard. Menentukan kemungkinan dan peluang bahaya yang akan timbul setelah menetapkan top 5 hazard yang ada. Oleh karena itu aplikasi K3 di bidang veteriner perlu mendapatkan perhatian khusus baik dari sisi regulasi, sosialisasi, dan implementasi keilmuan dalam rangka mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja di bidang veteriner. Hal ini juga perlu mendapatkan perhatian dari pengurus pusat PB PDHI sekaligus fakultas-fakultas kedokteran hewan di Indonesia dalam rangka menyusun kurikulum yang bisa memberikan tambahan keilmuan di bidang K3
Type: | Book Section |
---|---|
Subjects: | R Medicine > R Medicine (General) |
Divisions: | ?? IKM ?? |
Depositing User: | Kusmawan |
Date Deposited: | 05 Nov 2021 01:31 |
Last Modified: | 05 Nov 2021 01:31 |
URI: | https://repository.unja.ac.id/id/eprint/19739 |
Actions (login required)
View Item |