Perbandingan Gratifikasi Seksual Dalam Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Dan Singapura

Ikhwan, Muhammad and Hafrida, Hafrida and Sudarti, Elly (2021) Perbandingan Gratifikasi Seksual Dalam Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Dan Singapura. S2 thesis, Universitas Jambi.

[img] Text
COVER.pdf

Download (175kB)
[img] Text
DAFTAR ISI.pdf

Download (91kB)
[img] Text
Bab I.pdf

Download (384kB)
[img] Text
Bab V.pdf

Download (159kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (257kB)
[img] Text
Lembar Persetujuan dan Pengesahan.pdf

Download (754kB)
[img] Text
TESIS MUHAMMAD IKHWAN (P2B119074).pdf
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan, persamaan dan perbedaan gratifikasi seksual di Indonesia dan Singapura yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Prevention of Corruption Act (Chapter 241). Gratifikasi seksual menjadi modus baru dalam tindak pidana korupsi di Indonesia, gratifikasi seksual yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara apakah dapat dikategorikan sebagai gratifikasi dan menjadi tindak pidana korupsi. Oleh karena itu permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaturan, persamaan dan perbedaan gratifikasi seksual di Indonesia dan Singapura. Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kata “fasilitas lainnya” dapat diartikan secara luas, sehingga layanan seksual dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang merupakan suatu bentuk tindak pidana korupsi. Namun demikian harus pula memenuhi unsur-unsur Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan di Singapura yang juga tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa pemberian berupa layanan seksual sebagai tindak pidana gratifikasi tetapi dalam praktiknya hakim berani menjatuhkan hukuman terhadap pelaku gratifikasi seksual, dengan cara memperluas makna gratifikasi yang termuat dalam Prevention of Corruption Act (Chapter 241). Para penegak hukum dapat menggunakan metode penafsiran dalam menangani kasus-kasus gratifikasi seksual yang terjadi yaitu dengan metode penafsiran ekstensif, historis, dan penafsiran komparatif.

Type: Thesis (S2)
Uncontrolled Keywords: Perbandingan, Gratifikasi Seksual, Tindak Pidana Korupsi.
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Pascasarjana > Ilmu Hukum
Depositing User: IKHWAN
Date Deposited: 16 Jun 2021 04:17
Last Modified: 16 Jun 2021 04:17
URI: https://repository.unja.ac.id/id/eprint/20650

Actions (login required)

View Item View Item