Asmarita, Asmarita (2022) Harmonisasi pengaturan pidana tambahan pencabutan hak politik terhadap pelaku tindak pidana korupsi. S2 thesis, Universitas jambi.
![]() |
Text
Cover.pdf Download (237kB) |
![]() |
Text
Persetujuan.pdf Download (248kB) |
![]() |
Text
Pengesahan.pdf Download (390kB) |
![]() |
Text
ABSTRAK.pdf Download (293kB) |
![]() |
Text
BAB V.pdf Download (191kB) |
![]() |
Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (322kB) |
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana harmonisasi peraturan pidana tambahan pencabutan hak politik dalam Pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VII/2009 dan apa akibat hukum terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/puu-vii/2009 dalam kaitannya Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait pencabutan hak politik terpidana korupsi. Adapun permasalahan yang akan diteliti yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VI/2009 tentang persyaratan bagi mantan narapidana dalam mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah yang diputus dengan putusan pidana tambahan pencabutan hak politik oleh hakim dengan ketentuan pencabutan hak politik maksimal lima tahun setelah menjalani pidana pokok. Dalam Pasal 38 ayat (2) KUHP menyatakan bahwa “pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan”. Adanya perbedaan terkait kapan berlakunya pencabutan hak politik yang termuat dalam kedua peraturan tersebut menimbulkan akibat hukum. Sedangkan dalam Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak ditentukan kapan berlakunya pencabutan hak tersebut. Hasil dari penelitian yaitu harmonisasi pengaturan pidana tambahan pencabutan hak politik antara Pasal 38 KUHP ayat (2) dengan Putusan Mahkamah Konstitusi terdapat perbedaan terkait kapan berlakunya pencabutan hak politik, sehingga mengakibatkan disharmonisasi terhadap kedua peraturan tersebut dan ketidakpastian hukum sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak menjelaskan mengenai pencabutan hak tertentu dan kapan berlakunya, yang dalam hal ini terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang memiliki jabatan dalam pemerintahan . Oleh sebab itu, pembuat undang-undang yang menjalankan kebijakan formulatif agar menambahkan ketentuan mengenai kriteria, batas waktu pencabutan hak, dan kapan berlakunya pencabutan hak tersebut. Hal ini di dasarkan pada asas lex specialis derogat legi generalis. Dari uraian diatas penulis merekomendasikan untuk memperjelas pengaturan terkait pencabutan hak tertentu, terutama Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pencabutan hak-hak tertentu khususnya pencabutan hak politik koruptor untuk menjabat dalam jabatan publik. Kata Kunci: Harmonisasi Hukum, Tindak Pidana Korupsi, Pencabutan Hak Politik.
Type: | Thesis (S2) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana > Ilmu Hukum |
Depositing User: | Asmarita |
Date Deposited: | 27 Jun 2022 06:39 |
Last Modified: | 27 Jun 2022 06:39 |
URI: | https://repository.unja.ac.id/id/eprint/34605 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |