Afif, Iqbal (2024) KEBIJAKAN HUKUM PIDANA PERBUATAN MERINTANGI KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN BATUBARA PEMEGANG IZIN USAHA. S2 thesis, Magister Ilmu Hukum.
![]() |
Text
COVER.pdf Download (174kB) |
![]() |
Text
PengajuanTesis&PengesahanTesis.pdf Download (326kB) |
![]() |
Text
ABSTRAK.pdf Download (260kB) |
![]() |
Text
BAB V.pdf Download (336kB) |
![]() |
Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (147kB) |
![]() |
Text
BAGIAN 2 TESIS DONE.pdf Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
Abstract
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui perbuatan pidana terhadap usaha pertambangan berdasarkan perspektif hukum pidana di Indonesia. 2) Untuk mengetahui implikasi hukum pidana terhadap perbuatan merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan. Dengan Tujuan tersebut maka masalah yang dibahas adalah: 1) Bagaimana pengaturan perbuatan merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan pemegang izin usaha dalam perspektif hukum pidana di Indonesia? 2) Bagaimana kebijakan hukum pidana kedepan mengenai pengaturan perbuatan merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan pemegang izin usaha pertambangan di Indonesia? Dengan perumusan masalah tersebut maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normative dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach). Bahan hukum yang dikumpulkan adalah: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Analisis bahan hukum yang terkumpul dilakukan dengan cara menginvertarisasi, mensistimatisasi dan menginterpretasikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Telaah delik Pasal 162 Undang-Undang Minerba tidak dapat dibenarkan. Secara gramatikal frasa “merintangi” tidak ada diatur dalam kamus hukum. Jika kita lihat dari KUHP karangan R.Soesilo dan Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI), merintangi artinya mengalangi, mengalang-ngalangi, mengganggu, mengusik. Jika kita mengambil makna dari KBBI, maka masyarakat tidak bisa memperjuangkan hak-hak nya. Kalau ada oknum yang serakah atau tidak bertanggungjawab dan merugikan alam serta masyarakat sekitar, oknum tersebut bisa berlindung di balik Pasal 162 ini. 2) Implikasi dari dampak Pasal 162 ini sangat meresahkan, karena membuka keran krminalisasi kepada masyarakat. Perusahaan juga bisa semena-mena terhadap rakyat jika menghalangi jalannya usaha. Formulasi Pasal 162 juga mendistorsi hak moralitas masyarakat itu sendiri sehingga masyarakat tidak menyuarakan hak-hak mereka. Keteraturan kehidupan dimasyarakat menjadi tidak teratur sehingga masyarakat hidup dalam ketidakpastian dan jika dihubungkan dengan fungsi hukum, tidak terlihat fungsinya yaitu ketertiban. Rekomendasi kepada: 1) Pemerintah berperan besar dalam hal ini, yakni bisa menjelaskan secara konkrit apa makna dari “merintangi” tersebut atau menghapus Pasal tersebut meggunakan teori Dekriminalisasi. Kebijakan legislasi dalamtahap formulasi oleh pembentuk undang-undang ketika hendak merumuskan norma pidana semestinya dengan pendekatan rasional dan pendekatan kebijakan (sistem). Sehingga tidak akan terjadi kekaburan hukum tersebut. 2) Pembentukan Undang-Undang harusnya tidak semata-mata dilakukan secara parsial. Rasional dalam arti berdasarkan pada dalil dasar pemilihan teori kriminalisasi yang tepat. Melalui pendekatan kebijakan mengarah pada tujuan dan prinsip-prinsip hak dasar warga negara. Sehingga, tidak akan muncul kebijakan kriminalisasi yang tidak tepat sebagaimana yang dirumuskan pada Pasal 162 Undang-Undang Minerba.
Type: | Thesis (S2) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Pascasarjana > Ilmu Hukum |
Depositing User: | M. Iqbal Afif |
Date Deposited: | 18 Jul 2024 03:05 |
Last Modified: | 18 Jul 2024 03:06 |
URI: | https://repository.unja.ac.id/id/eprint/68450 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |