Ryansyah, M. Rizky (2025) ABSTRAK Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh anggota militer menimbulkan permasalahan yurisdiksi antara kewenganan antara lembaga negara terhadap penyelesaianya peradilan militer dan peradilan umum. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Tujuan penelitian ini Untuk menganalis dan mengetahui pengaturan kewenangan dalam menangani tindak pidana korupsi di pradilan militer dalam mengadili tindak pidana korupsi. adapun rumusan masalah Bagaimana pengaturan kewenangan Penanganan tindak pidana korupsi Apakah Pradilan Militer berwenang mengadili tindak pidana korupsi, metode yang di gunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan analisis terhadap bahan bahan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dualisme kewenangan dalam penyelesaian tindak pidana korupsi yang melibatkan anggota militer. Di satu sisi, peradilan militer memiliki kewenangan berdasarkan sistem hukum militer, sedangkan di sisi lain, pengadilan tindak pidana korupsi memiliki yurisdiksi khusus berdasarkan hukum nasional. Ketidakharmonisan ini dapat berdampak pada kepastian hukum dan efektivitas penegakan hukum. Kesimpulan dari penelitian ini menekankan perlunya revisi peraturan perundang-undangan untuk memperjelas yurisdiksi peradilan dalam kasus korupsi yang melibatkan anggota militer. Harmonisasi hukum antara peradilan militer dan peradilan umum diperlukan untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum dalam pemberantasan korupsi di lingkungan militer. Kata Kunci: Kewenangan, Peradilan Militer, Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Perundang-Undangan. ABSTRACT Corruption committed by military personnel raises jurisdictional issues between the authority of state institutions to resolve it through military courts and general courts. Law Number 31 of 1997 concerning Military Courts. The purpose of this study is to analyze and determine the regulation of authority in handling corruption in military courts in trying corruption. The formulation of the problem is How is the regulation of authority in handling corruption? Does the Military Court have the authority to try corruption? The method used is normative juridical with a statutory approach and analysis of legal materials. The results of the study indicate that there is a dualism of authority in resolving corruption involving military personnel. On the one hand, military courts have authority based on the military legal system, while on the other hand, corruption courts have special jurisdiction based on national law. This disharmony can have an impact on legal certainty and the effectiveness of law enforcement. The conclusion of this study emphasizes the need to revise laws and regulations to clarify judicial jurisdiction in corruption cases involving military personnel. Harmonization of law between military courts and general courts is needed to ensure transparency, accountability, and the supremacy of law in eradicating corruption in the military environment. Keywords: Authority, Military Courts, Corruption, Legislation. ABSTRAK Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh anggota militer menimbulkan permasalahan yurisdiksi antara kewenganan antara lembaga negara terhadap penyelesaianya peradilan militer dan peradilan umum. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Tujuan penelitian ini Untuk menganalis dan mengetahui pengaturan kewenangan dalam menangani tindak pidana korupsi di pradilan militer dalam mengadili tindak pidana korupsi. adapun rumusan masalah Bagaimana pengaturan kewenangan Penanganan tindak pidana korupsi Apakah Pradilan Militer berwenang mengadili tindak pidana korupsi, metode yang di gunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan analisis terhadap bahan bahan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dualisme kewenangan dalam penyelesaian tindak pidana korupsi yang melibatkan anggota militer. Di satu sisi, peradilan militer memiliki kewenangan berdasarkan sistem hukum militer, sedangkan di sisi lain, pengadilan tindak pidana korupsi memiliki yurisdiksi khusus berdasarkan hukum nasional. Ketidakharmonisan ini dapat berdampak pada kepastian hukum dan efektivitas penegakan hukum. Kesimpulan dari penelitian ini menekankan perlunya revisi peraturan perundang-undangan untuk memperjelas yurisdiksi peradilan dalam kasus korupsi yang melibatkan anggota militer. Harmonisasi hukum antara peradilan militer dan peradilan umum diperlukan untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum dalam pemberantasan korupsi di lingkungan militer. Kata Kunci: Kewenangan, Peradilan Militer, Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Perundang-Undangan. ABSTRACT Corruption committed by military personnel raises jurisdictional issues between the authority of state institutions to resolve it through military courts and general courts. Law Number 31 of 1997 concerning Military Courts. The purpose of this study is to analyze and determine the regulation of authority in handling corruption in military courts in trying corruption. The formulation of the problem is How is the regulation of authority in handling corruption? Does the Military Court have the authority to try corruption? The method used is normative juridical with a statutory approach and analysis of legal materials. The results of the study indicate that there is a dualism of authority in resolving corruption involving military personnel. On the one hand, military courts have authority based on the military legal system, while on the other hand, corruption courts have special jurisdiction based on national law. This disharmony can have an impact on legal certainty and the effectiveness of law enforcement. The conclusion of this study emphasizes the need to revise laws and regulations to clarify judicial jurisdiction in corruption cases involving military personnel. Harmonization of law between military courts and general courts is needed to ensure transparency, accountability, and the supremacy of law in eradicating corruption in the military environment. Keywords: Authority, Military Courts, Corruption, Legislation. KEWENANGAN PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI DIPERADILAN MILITER MENURUT PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. S1 thesis, Universitas Jambi.
![]() |
Text
M. Rizky Fajar Ryansyah_B1A121282.skripsi1.pdf Restricted to Repository staff only Download (21MB) |
![]() |
Text
cover skripsi.pdf Download (219kB) |
![]() |
Text
lembar pengesahan.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
abstrak.pdf Download (454kB) |
![]() |
Text
bab 1.pdf Download (4MB) |
![]() |
Text
bab 4.pdf Download (432kB) |
![]() |
Text
Daftar pustaka.pdf Download (977kB) |
Abstract
ABSTRAK Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh anggota militer menimbulkan permasalahan yurisdiksi antara kewenganan antara lembaga negara terhadap penyelesaianya peradilan militer dan peradilan umum. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Tujuan penelitian ini Untuk menganalis dan mengetahui pengaturan kewenangan dalam menangani tindak pidana korupsi di pradilan militer dalam mengadili tindak pidana korupsi. adapun rumusan masalah Bagaimana pengaturan kewenangan Penanganan tindak pidana korupsi Apakah Pradilan Militer berwenang mengadili tindak pidana korupsi, metode yang di gunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan analisis terhadap bahan bahan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dualisme kewenangan dalam penyelesaian tindak pidana korupsi yang melibatkan anggota militer. Di satu sisi, peradilan militer memiliki kewenangan berdasarkan sistem hukum militer, sedangkan di sisi lain, pengadilan tindak pidana korupsi memiliki yurisdiksi khusus berdasarkan hukum nasional. Ketidakharmonisan ini dapat berdampak pada kepastian hukum dan efektivitas penegakan hukum. Kesimpulan dari penelitian ini menekankan perlunya revisi peraturan perundang-undangan untuk memperjelas yurisdiksi peradilan dalam kasus korupsi yang melibatkan anggota militer. Harmonisasi hukum antara peradilan militer dan peradilan umum diperlukan untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum dalam pemberantasan korupsi di lingkungan militer. Kata Kunci: Kewenangan, Peradilan Militer, Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Perundang-Undangan.
Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Kewenangan, Pradilan Militer, Tindak Pidana Korupsi, Peraturan Perundang-Undangan |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum > Ilmu Hukum |
Depositing User: | RYANSYAH |
Date Deposited: | 11 Apr 2025 09:13 |
Last Modified: | 11 Apr 2025 09:14 |
URI: | https://repository.unja.ac.id/id/eprint/77053 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |