MODEL KOLABORATIF PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Kasus: Pemberdayaan Komunitas Suku Anak Dalam Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi)

UNSPECIFIED MODEL KOLABORATIF PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Kasus: Pemberdayaan Komunitas Suku Anak Dalam Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi). S1 thesis, UNSPECIFIED.

[img] Text
Abstrak.pdf

Download (108kB)
[img] Text
BAB I PENDAHULUAN.pdf

Download (21kB)
[img] Text
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.pdf

Download (111kB)
[img] Text
Cover.pdf

Download (158kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (239kB)
[img] Text
Studi Kasus PSPI_Fuad_revisi.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)
[img] Text
Lembar Pengesahan Fuad.pdf

Download (207kB)

Abstract

RINGKASAN Suku Anak Dalam (SAD) merupakan komunitas adat yang hidup dalam situasi marginal dan terbelakang akibat kebijakan masa lalu yang tidak berpihak kepada pola penghidupan mereka. Secara ekonomi, kehidupan SAD mengalami pergeseran baik dilihat dari karakteristik status ekonomi maupun orientasinya. Hal ini didorong oleh level kebutuhan mereka yang terus meningkat dari waktu ke waktu, baik untuk kebutuhan primer, terutama pangan maupun kebutuhan sekunder lainnya, sebagai dampak dari semakin terbukanya SAD dengan lingkungan diluar komunitasnya. Pada situasi dimana SAD semakin terdesak dan terpinggirkan, maka mesti ada kesadaran berbagai pihak untuk memberdayakan mereka yang bertujuan agar mereka mempunyai kemampuan untuk hidup layak, adaptif dengan perubahan alam akibat eksploitasi sumber daya hutan yang selama ini terjadi dan memperkuat potensi atau daya yang dimilikinya (empowering) termasuk meningkatkan partisipasi SAD dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan komunitasnya.Dari perspektif ekologi politik, penulis ingin mendeskripsikan bagaimana praktik pemberdayaan dilakukan berbagai aktor terhadap komunitas SAD TNBD dan merumuskan Model Kolaboratif antar Aktor yang dapat mengakomodir berbagai pendekatan developmentalist (anthroposentrisme) dan deep ecologist (ekosentrisme) dalam memberdayakan SAD. Dengan mengusung paradigma developmentalist, pemberdayaan SAD dimaknai oleh aktor negara sebagai “modernisasi” dengan cara resetlement. Beelum adanya penyiapan prasyarat kelembagaan yang relevan dengan kondisi sosial budaya SAD menyebabkan program ini gagal memberdayakan SAD. LSM dengan paradigma eco populis berargumen bahwa SAD adalah penanggung resiko terbesar yang perlu dilindungi. mereka memaknai pemberdayaan sebagai sebuah proses membangun kesadaran kritis (conscienzation) dengan menyelenggarakan pendidikan alternatif dan advokasi. Sementara itu, korporasi dengan pendekatan charity memandang pemberdayaan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diimplementasikan melalui program CSR. Kolaborasi antar ketiga aktor belum terlihat dalam pemberdayaan SAD di TNBD. Kolaborasi multi pihak harus diarahkan pada tujuan yang sama, bekerjasama dan saling sinergi, dimana semua pihak dapat mengakses potensi dan sumber daya dari pihak lain dalam mengimplementasikan program. Impelementasinya dapat dilakukan melalui tahapan penyusunan pola dan mekanisme kerja, berupa aturan, tata kerja, yang didasarkan atas pertimbangan kebutuhan SAD sehingga diharapkan aktivitas pemberdayaan dapat terus berlanjut. Kata-kata kunci: pemberdayaan, SAD, kolaborasi

Type: Thesis (S1)
Divisions: Fakultas Pertanian
Depositing User: Fuad Muchlis
Date Deposited: 24 Aug 2023 04:15
Last Modified: 24 Aug 2023 04:15
URI: https://repository.unja.ac.id/id/eprint/54792

Actions (login required)

View Item View Item