Elmitiani, Neta (2023) GAYA ARSITEKTUR STUPA MAHLIGAI:KOMPLEKS PERCANDIAN MUARA TAKUS KABUPATEN KAMPAR, RIAU. S1 thesis, Universitas Jambi.
![]() |
Text
COVER .pdf Download (58kB) |
![]() |
Text
PENGESAHAN.pdf Download (731kB) |
![]() |
Text
ABSTRAK .pdf Download (161kB) |
![]() |
Text
BAB I .pdf Download (299kB) |
![]() |
Text
BAB V .pdf Download (176kB) |
![]() |
Text
DAFTAR PUSTAKA .pdf Download (177kB) |
![]() |
Text
SKRIPSI FULL_NETA ELMITIANI.pdf Restricted to Repository staff only Download (4MB) |
Abstract
Abstrak: Kompleks Percandian Muara Takus merupakan salah satu peninggalan arkeologis klasik Hindu-Buddha di pulau sumatera, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Kompleks Percandian Muara Takus berada di belokan sungai Kampar Kanan, dan dikelilingi tanggul kuna. Di dalam pagar keliling terdapat gugusan candi yang terdiri dar Candi Tua, Candi Bungsu, Stupa Mahligai, dan Candi Palangka, serta terdapat struktur bangunan berupa gundukan tanah. Merujuk pendapat ahli bahwa Kompleks Percandian Muara Takus menganut ajaran Buddha Mahayana. Penelitian ini berfokus pada bangunan Suci tunggal yang ada di Kompleks Percandian Muara Takus, yaitu Stupa Mahligai. Stupa Mahligai merupakan satu satunya bangunan yang ditemukan hampir utuh diantara candi lain yang ditemukan di dalam cakupan pagar keliling, selain itu Stupa Mahligai memiliki keistimewaan dan keunikan jika dilihat dari arsitektur bangunanan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian arkeologi, pendekatan kualitatif, yang lebih menekankan pada analisis deskriptif, yaitu analisis gaya dan analisis komparatif. Di dalam penelitian ini tahapan analisis gaya didukung oleh empat teori pengelompokan gaya candi yang dipilih berdasarkan purposive teori, diantaranya tiga teori utama dari bidang ilmu arkeologi dan satu tambahan teori dari ilmu bidang seni bangunan. Sedangkan tahapan analisis komparatif dilakukan dengan cara membandingkan Stupa Mahligai dengan objek pembanding yang diperoleh setelah melakukan tahapan proses pemilihan (purposive sampling) dengan menyesuaikan karakteristik yang dimiliki Stupa Mahligai sebagai acuan dan tolak ukur. Teknik purosive sampling diterapkan karena tidak adanya sampel yang akurat dan presisi untuk dibandingkan. Hasil dari penelitian ini meliputi; Stupa Mahligai cenderung dikasifikasikan ke dalam kelompok gaya bangunan suci Jawa Timur, berdasarkan teori Munandar, Stupa Mahligai dikategorikan ke dalam gaya brahu, dimana brahu berada di wilayah Jawa Timur. Selanjutnya, teori soekmono bangunan candi Sumatera Tengah (Kompleks Percandian Muara Takus) mempunyai persamaan dengan candi masa Jawa Timur (Klasik Muda), jika Stupa Mahligai disesuaikan pada teori Hariani Santiko dan Herwindo maka Stupa Mahligai mewakili dua masa, yaitu Singasari (abad ke-XII hingga abad XIV Masehi) dan Majapahit (abad ke-XIII hingga abad XV M). Jika dilihat arsitektur atau pertanggalan relatifnya Stupa Mahligai cenderung dapat digolongkan ke dalam klasifikasi Gaya Jawa Timur, yaitu masa Singasari dan Majapahit. Sedangkan, berdasarkan gaya arsitektur bangunannya Mahligai dikelompokan kedalam gaya Candi Majapahit. Selain daripada itu Candi Muara Takus (Stupa Mahligai) dikaitkan dengan Majapahit hal ini dikarenakan adanya penyebutan Kāmpar dalam kitab Nāgarakŗtāgama. Berdasarkan data inventaris Cagar Budaya di Provinsi Riau (2019) memperkuat bahwa, sampai saat ini Kompleks Candi Muara Takus merupakan satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi bersifat Budhistis tepatnya di Kabupaten Kampar. Abstract: Muara Takus Temple Complex is one of the classic Hindu-Buddhist archaeological relics on the island of Sumatra, Kampar Regency, Riau Province. The Muara Takus Temple Complex is located at the bend of the Kampar Kanan river, and is surrounded by an ancient embankment. Inside the perimeter fence there is a cluster of temples consisting of the Tua Temple, Bungsu Temple, Mahligai Stupa, and Palangka Temple, and there is a building structure in the form of an earthen mound. Referring to expert opinion, the Muara Takus Temple Complex adheres to Mahayana Buddhism. This research focuses on a single sacred building in the Muara Takus Temple Complex, namely the Mahligai Stupa. Mahligai Stupa is the only building found almost intact among other temples found within the scope of the perimeter fence, besides that Mahligai Stupa has a specialty and uniqueness when viewed from the architecture of the building. This research uses archaeological research methods, a qualitative approach, which emphasizes more on descriptive analysis, namely stylistic analysis and comparative analysis. In this research, the stylistic analysis stage is supported by four theories of temple style grouping selected based on purposive theory, including three main theories from the field of archaeology and one additional theory from the field of building art. While the comparative analysis stage is carried out by comparing the Mahligai Stupa with the comparative object obtained after conducting the selection process stage (purposive sampling) by adjusting the characteristics of the Mahligai Stupa as a reference and benchmark. Purposive sampling technique is applied because there is no accurate and precise sample to compare. The results of this study include; Mahligai Stupa tends to be classified into a group of East Javanese sacred building styles, based on Munandar's theory, Mahligai Stupa is categorized into the brahu style, where brahu is in the East Java region. Furthermore, according to Soekmono's theory, the temple buildings of Central Sumatra (Muara Takus Temple Complex) have similarities with the temples of the East Javanese period (Young Classic), if the Mahligai Stupa is adjusted to the theory of Hariani Santiko and Herwindo, the Mahligai Stupa represents two periods, namely Singasari (XII century to XIV century AD) and Majapahit (XII century to XV century AD). In terms of architecture or relative dating, Mahligai Stupa tends to be classified into the East Javanese Style classification, namely the Singasari and Majapahit periods. Meanwhile, based on Abstrak: Kompleks Percandian Muara Takus merupakan salah satu peninggalan arkeologis klasik Hindu-Buddha di pulau sumatera, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Kompleks Percandian Muara Takus berada di belokan sungai Kampar Kanan, dan dikelilingi tanggul kuna. Di dalam pagar keliling terdapat gugusan candi yang terdiri dar Candi Tua, Candi Bungsu, Stupa Mahligai, dan Candi Palangka, serta terdapat struktur bangunan berupa gundukan tanah. Merujuk pendapat ahli bahwa Kompleks Percandian Muara Takus menganut ajaran Buddha Mahayana. Penelitian ini berfokus pada bangunan Suci tunggal yang ada di Kompleks Percandian Muara Takus, yaitu Stupa Mahligai. Stupa Mahligai merupakan satu satunya bangunan yang ditemukan hampir utuh diantara candi lain yang ditemukan di dalam cakupan pagar keliling, selain itu Stupa Mahligai memiliki keistimewaan dan keunikan jika dilihat dari arsitektur bangunanan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian arkeologi, pendekatan kualitatif, yang lebih menekankan pada analisis deskriptif, yaitu analisis gaya dan analisis komparatif. Di dalam penelitian ini tahapan analisis gaya didukung oleh empat teori pengelompokan gaya candi yang dipilih berdasarkan purposive teori, diantaranya tiga teori utama dari bidang ilmu arkeologi dan satu tambahan teori dari ilmu bidang seni bangunan. Sedangkan tahapan analisis komparatif dilakukan dengan cara membandingkan Stupa Mahligai dengan objek pembanding yang diperoleh setelah melakukan tahapan proses pemilihan (purposive sampling) dengan menyesuaikan karakteristik yang dimiliki Stupa Mahligai sebagai acuan dan tolak ukur. Teknik purosive sampling diterapkan karena tidak adanya sampel yang akurat dan presisi untuk dibandingkan. Hasil dari penelitian ini meliputi; Stupa Mahligai cenderung dikasifikasikan ke dalam kelompok gaya bangunan suci Jawa Timur, berdasarkan teori Munandar, Stupa Mahligai dikategorikan ke dalam gaya brahu, dimana brahu berada di wilayah Jawa Timur. Selanjutnya, teori soekmono bangunan candi Sumatera Tengah (Kompleks Percandian Muara Takus) mempunyai persamaan dengan candi masa Jawa Timur (Klasik Muda), jika Stupa Mahligai disesuaikan pada teori Hariani Santiko dan Herwindo maka Stupa Mahligai mewakili dua masa, yaitu Singasari (abad ke-XII hingga abad XIV Masehi) dan Majapahit (abad ke-XIII hingga abad XV M). Jika dilihat arsitektur atau pertanggalan relatifnya Stupa Mahligai cenderung dapat digolongkan ke dalam klasifikasi Gaya Jawa Timur, yaitu masa Singasari dan Majapahit. Sedangkan, berdasarkan gaya arsitektur bangunannya Mahligai dikelompokan kedalam gaya Candi Majapahit. Selain daripada itu Candi Muara Takus (Stupa Mahligai) dikaitkan dengan Majapahit hal ini dikarenakan adanya penyebutan Kāmpar dalam kitab Nāgarakŗtāgama. Berdasarkan data inventaris Cagar Budaya di Provinsi Riau (2019) memperkuat bahwa, sampai saat ini Kompleks Candi Muara Takus merupakan satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi bersifat Budhistis tepatnya di Kabupaten Kampar. //Abstract: Muara Takus Temple Complex is one of the classic Hindu-Buddhist archaeological relics on the island of Sumatra, Kampar Regency, Riau Province. The Muara Takus Temple Complex is located at the bend of the Kampar Kanan river, and is surrounded by an ancient embankment. Inside the perimeter fence there is a cluster of temples consisting of the Tua Temple, Bungsu Temple, Mahligai Stupa, and Palangka Temple, and there is a building structure in the form of an earthen mound. Referring to expert opinion, the Muara Takus Temple Complex adheres to Mahayana Buddhism. This research focuses on a single sacred building in the Muara Takus Temple Complex, namely the Mahligai Stupa. Mahligai Stupa is the only building found almost intact among other temples found within the scope of the perimeter fence, besides that Mahligai Stupa has a specialty and uniqueness when viewed from the architecture of the building. This research uses archaeological research methods, a qualitative approach, which emphasizes more on descriptive analysis, namely stylistic analysis and comparative analysis. In this research, the stylistic analysis stage is supported by four theories of temple style grouping selected based on purposive theory, including three main theories from the field of archaeology and one additional theory from the field of building art. While the comparative analysis stage is carried out by comparing the Mahligai Stupa with the comparative object obtained after conducting the selection process stage (purposive sampling) by adjusting the characteristics of the Mahligai Stupa as a reference and benchmark. Purposive sampling technique is applied because there is no accurate and precise sample to compare. The results of this study include; Mahligai Stupa tends to be classified into a group of East Javanese sacred building styles, based on Munandar's theory, Mahligai Stupa is categorized into the brahu style, where brahu is in the East Java region. Furthermore, according to Soekmono's theory, the temple buildings of Central Sumatra (Muara Takus Temple Complex) have similarities with the temples of the East Javanese period (Young Classic), if the Mahligai Stupa is adjusted to the theory of Hariani Santiko and Herwindo, the Mahligai Stupa represents two periods, namely Singasari (XII century to XIV century AD) and Majapahit (XII century to XV century AD). In terms of architecture or relative dating, Mahligai Stupa tends to be classified into the East Javanese Style classification, namely the Singasari and Majapahit periods. Meanwhile, based on the architectural style of the building, Mahligai is grouped into the Majapahit Temple style. In addition, Muara Takus Temple (Mahligai Stupa) is associated with Majapahit due to the mention of Kāmpar in the book of Nāgarakŗtāgama. Based on the inventory data of Cultural Heritage in Riau Province (2019) reinforces that, until now the Muara Takus Temple Complex is the only historical heritage in the form of Buddhist temples precisely in Kampar Regency.the architectural style of the building, Mahligai is grouped into the Majapahit Temple style. In addition, Muara Takus Temple (Mahligai Stupa) is associated with Majapahit due to the mention of Kāmpar in the book of Nāgarakŗtāgama. Based on the inventory data of Cultural Heritage in Riau Province (2019) reinforces that, until now the Muara Takus Temple Complex is the only historical heritage in the form of Buddhist temples precisely in Kampar Regency. Keywords: Style (langgam), Architecture, Roof (stupa), Structure, Comparison.
Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Keywords: Style (langgam), Architecture, Roof (stupa), Structure, Comparison. |
Subjects: | L Education > L Education (General) |
Divisions: | Fakultas Ilmu Budaya > Arkeologi |
Depositing User: | P |
Date Deposited: | 26 Mar 2024 07:33 |
Last Modified: | 26 Mar 2024 07:33 |
URI: | https://repository.unja.ac.id/id/eprint/62409 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |